PANGANDARAN TODAY – Polisi berhasil mengungkap bahwa jumlah korban dalam kasus pencabulan yang melibatkan ayah dan anak pemilik pengajian di Karangbahagia, Kabupaten Bekasi, terus bertambah. Saat ini, korban pencabulan yang dilakukan oleh keduanya telah mencapai empat santriwati.
Kasus ini terungkap setelah penyelidikan intensif dilakukan oleh pihak kepolisian. Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, Kompol Sang Ngurah Wiratama, tersangka ayah berinisial S dan anaknya MHS diduga telah melakukan tindak pencabulan terhadap santri mereka sebanyak 17 kali.
“Total korban saat ini sudah ada empat orang. Dari hasil penyelidikan, tersangka ayah melakukan tindak pencabulan sebanyak tujuh kali, sementara anaknya terlibat dalam sepuluh kasus pencabulan terhadap dua korban lainnya,” jelas Wiratama dalam keterangannya pada Rabu (2/10/2024).
Polisi telah menetapkan S (52) dan anaknya, MH (29), sebagai tersangka dalam kasus pencabulan yang terjadi di pondok pesantren (ponpes) di Karangbahagia. Penetapan status tersangka ini dilakukan setelah pengumpulan alat bukti dan keterangan saksi yang cukup kuat.
“Setelah melalui proses penyelidikan dan pemeriksaan yang mendalam, kami memutuskan untuk menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu S dan MHS,” ujar Kompol Sang Ngurah Wiratama Pathy pada Selasa (1/10/2024) dilansir dari PMJNews

Keduanya kini resmi ditahan oleh pihak kepolisian untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Penahanan ini dilakukan setelah polisi memastikan bahwa bukti yang diperoleh sudah memadai.
Lebih lanjut, Kompol Sang Ngurah Wiratama juga mengungkapkan bahwa pondok pesantren yang dikelola oleh kedua tersangka ternyata belum memiliki izin operasional resmi sebagai lembaga pendidikan pesantren. Hal ini menjadi sorotan karena institusi tersebut beroperasi tanpa legalitas yang sah.
“Dari hasil penyelidikan lebih lanjut, kami menemukan bahwa pondok pesantren tersebut belum memiliki izin dan legalitas yang diperlukan sebagai lembaga pendidikan formal,” tambahnya.
Kasus ini menambah panjang daftar kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, terutama di pondok pesantren. Untuk itu, diperlukan peningkatan pengawasan dan regulasi yang lebih ketat terhadap lembaga-lembaga pendidikan berbasis agama agar kasus serupa tidak terulang.
Upaya penegakan hukum yang tegas harus diiringi dengan peningkatan kesadaran di kalangan masyarakat, khususnya santri dan wali murid, untuk selalu waspada terhadap potensi kekerasan atau pelanggaran di lingkungan pendidikan.
Kasus pencabulan di Kabupaten Bekasi ini menunjukkan pentingnya peran penegak hukum dalam mengungkap dan menindak pelaku kekerasan seksual, terutama yang melibatkan institusi pendidikan. Diharapkan dengan adanya penegakan hukum yang tegas, kejadian serupa dapat dicegah dan para korban mendapatkan keadilan yang layak.***